Melenyapkan Hasrat Korupsi dengan Kekuatan Spiritual

Oleh: Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan Prof Dr Hj Nurhayati, MAg

Salah satu masalah bangsa dan tergolong suatu kejahatan ialah tindakan korupsi di hampir segala lini kehidupan, terkhususnya diakui masih masif terjadi di sektor publik semisal pemerintahan dan berbagai aktivitas yang mengiringinya. Sehingga, korupsi kini juga digolongkan sebagai kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime.

Bahkan sebelum negara Republik Indonesia ini berdiri, dalam perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa korupsi banyak terjadi menyelimuti peradaban bangsa ini. Mirisnya dalam ungkapan sarkasme menyebutkan, korupsi adalah budaya bangsa kita. Hal itu menggambarkan betapa melekat serta masifnya perilaku koruptif yang dampaknya begitu terasa bagi masyarakat secara luas. Korupsi jelas merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan disinyalir menyebabkan disorientasi mental, pandangan hidup hingga menyebabkan ketidakpercayaan publik terhadap pihak-pihak yang punyak kecenderungan atau potensi untuk melakukan tindakan korupsi.

Dalam tilikan sejarah pula, jelas membuktikan, bahwa bangsa Indonesia ini mempunyai pengalaman pahit akibat dari perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) pada era-era pemerintahan di masa lampau. Namun hingga hari ini, yang membuat kita sedih dan geram, persoalan korupsi, kolusi dan nepotisme seakan tidak ada habis-habisnya, karena masih saja terjadi. Bahkan merebak, tidak hanya dilakukan oleh kalangan elit, tapi juga dilakukan oleh ‘raja-raja kecil’.

Melansir Kompas.com, ada banyak kasus-kasus besar korupsi bahkan disebut sebagai mega korupsi karena besarnya angka kerugian negara. Sebut saja di antaranya, kasus penyerobotan lahan di Riau dengan kerugian negara sekitar Rp78 triliun, kasus PT TPPI dengan angka kerugian Rp37,8 triliun, kasus PT Asabri Rp22,7 triliun, Jiwasraya Rp12,4 triliun, Bank Century Rp7 triliun, kasus BLBI dan banyak kasus lainnya dengan angka kerugian negara yang fantastis.

Belum lagi korupsi dengan angka yang lebih kecil namun masif terjadi dilakukan oleh misalnya para kepala daerah seperti gubernur, bupati dan walikota sebagai pejabat publik, kadang melibatkan petugas atau pengurus partai politik, pengusaha, bahkan tindak korupsi sekarang juga juga mulai merasuk di dunia kampus. Seperti pada kejadian di kampus-kampus yang kemarin hangat dibicarakan. Dari data kualitatif ini, secara sederhana bisa kita simpulkan bahwa korupsi masih menjadi momok yang terus terjadi. Padahal, korupsi merupakan tindakan buruk dan tercela yang jelas dilarang agama.

Bahkan, jika kita melihat data kuantitatif, tepatnya data Indeks Persepsi Korupsi 2021, tercatat Indonesia mendapat skor 37 per 100 dan dari laporan Transparency Internasional pada 2022, Indonesia menjadi negara terkorup kelima di Asia Tenggara. Dari angka-angka ini, jelas, kita masih menjadi negara dengan tingkat korupsi yang signifikan. Kendati begitu, upaya terus dilakukan dengan berbagai pendekatan dan pandangan. Untuk mengurangi bahkan melenyapkan tindak korupsi di negeri hijau ini.

Kurangnya integritas . . .

Menilik tentang korupsi lebih dalam, memiliki arti penyelewengan dan pengayalgunaan uang negara baik uang negara, perusahaan, organisasi dan sebagainya untuk keuntungan pribadi, atau kepentingan orang lain atau kelompok. World juga mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi. Dalam UU Nomor 20/2001, dijelaskan kelompok tindak korupsi yakni kerugian keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi.

Korupsi, dapat dilakukan siapapun yang berkaitan dengan jabatan dan wewenang. Potensi korupsi dapat dilakukan oleh penyelenggara negara, terlebih juga pihak pengusaha dan aparat penegak hukum yang terlibat dalam kongkalikong jahat korupsi. Sebab itu, KPK mempunyai otoritas penuh dalam pemberantasan korupsi dengan berbagai pendekatan dan metode yang umumnya dikenal dengan Trisula Pemberantasan Korupsi yakni penindakan, pencegahan dan pendidikan.

Dalam kajian kami, selain penindakan, aspek pencegahan dan pendidikan atau edukasi menjadi elemen yang vital dan begitu penting, terlebih untuk dampak jangka panjang di masa depan, demi generasi yang lebih cerah tanpa korupsi, harapan kita bersama. Dengan pelatihan bertajuk PRESTASI yang digagas KPK ini menergetkan agar para penyelenggara negara berkembang dengan integritas anti-korupsi. Dengan transfer ilmu pengetahuan dan nilai dari KPK diharap para duta bisa menerapkan integritasi di satuan kerja masing-masing.

Walau diakui, tantangan begitu besar untuk merubah situasi Indonesia saat ini terkait korupsi dimaksud. Di antaranya ialah tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap lembaga pemerintah dan lembaga pengawas pemerintah terus tergerus, salah satunya disinyalir karena lunturnya integritas aparat. Karena maraknya aktivitas rasuah, penyalahgunaan wewenang, gratifikasi, suap dan tindakan melanggar hukum dan tindakan lain yang mendukung dan melancarkan korupsi di negeri ini.

Bagaimanapun, korupsi yang berasal dari kata latin corruptio atau corruptus yang berarti tidakan merusak atau menghancurkan. Korupsi bukan hanya soal menilap uang negara namun juga meliputi berbagai aktivitas lain yang dampaknya merusak tatanan dan sistem suatu negara serta berpengaruh terhadap kehidupan rakyatnya.

Dari situ, langkah pertama yang harus kita pahami bersama sebagai upaya melawan korupsi ialah menanamkan dalam tiap diri, bahwa korupsi adalah tindakan jahat, tindakan buruk dan salah. Seiring waktu pula, pemerintah dengan berbagai daya yang dimiliki juga terus berupaya melawan korupsi sampai ke akarnya. Banyak cara dan metode dilakukan untuk menurunkan angka korupsi, bahkan untuk membuat para pelakunya jera. Elemen penting dalam pemberantasan korupsi di antaranya ialah meningkatkan transparansi dan kinerja, komunikasi dan edukasi, pengungkapan kasus, keterbukaan dan akuntabilitas hingga pentingnya kesadaran semua pihak.

Sejumlah aspek penting dalam penanganan korupsi itu, tentu tidak terlepas dari pelaksana atau operator yang berkaitan atau yang berada dalam sistem. Yang memahami sehingga mencegah terjadinya tindak KKN. Namun persoalan hari ini karena berkaitan dengan operator atau orang atau aparatur ialah karena masih rendahnya nilai-nilai di dalam diri. Misalnya integritas, kejujuran, tanggung jawab, takut berbuat dosa, mementingkan diri sendiri dan lain sebagainya.

Memang, pemerintah melalui lembaga terkait terus melakukan banyak penguatan, di antaranya upaya pencegahan, edukasi, penguatan aturan-aturan yang memuat sanksi bagi koruptor, meningkatkan akuntabilitas di sektor publik dan lain sebagainya. Namun, upaya-upaya dinilai belum bisa mengimbangi jumlah kasus yang semakin hari semakin banyak terkuak.

Kekuatan spiritual . . .

Dari situ, penulis ingin berfokus pada bagaimana menciptakan kesadaran yang berkesinambungan terhadap semangat anti-korupsi. Yang dengan menguatkan, membesarkan dan mengamplifikasi kekuatan spiritual dengan pendekatan-pendekatan ajaran agama. Kepada setiap operator dan aparatur sehingga terbentuk mental serta kesadaran yang utuh akan anti-korupsi di masa mendatang.

Gagasan dari sentuhan spiritual sebagai upaya “menghempang” tindak korupsi ini, dirasa sejalan dengan program Pelatihan Refleksi dan Aktualisasi atau disingkat Prestasi yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI yang bertujuan untuk membentuk dan menghadirkan Duta Prestasi yang secara nyata mampu mencegah segala bentuk dan tindak korupsi di Tanah Air kecintaan ini.

Wawasan tentang spiritual dalam lingkup ajaran agama yang dijadikan sebagai variabel dan dasar nilai integritas aparatur dalam pencegahan korupsi ini, tentunya bisa diakses diawali dengan menguatkan pendidikan khususnya pada pendidikan agama. Agama secara umum, mengajarkan tentang kebaikan atau darma baik, nilai-nilai luhur yang bermuara pada perilaku yang penuh dengan kebajikan (goodness) dan kebijakan (wisdom) bagi setiap pemeluknya. Jika, ajaran agama itu dipelajari dengan baik dan diamalkan atau diterapkan dalam kehidupan pula.

Kekuatan spiritual atau kerohanian tiap orang tentu berbeda-beda tergantung dengan amal dan ritual ibadah tertentu yang dilakukan. Secara sederhana, kekuatan spiritual adalah keyakinan yang mendalam terkait hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Pencipta. Spiritual juga berkaitan dengan hubungan batin yang “force” yang terbentuk karena suatu keyakinan yang kuat. Kekuatan spiritual juga merupakan kebutuhan kebutuhan untuk mempertahankan, menguatkan atau mengembalikan keyakinan dan tidak lepas dari nilai-nilai yang dalam ajaran agama. Misalnya pengampunan atau pertaubatan, kecintaan dan hal-hal yang melekat dengan keimanan serta kepercayaan dengan Tuhan.

Sebagai contoh, dalam ajaran agama Islam, secara kompleks banyak mengatur tentang hubungan seorang insan (manusia) dengan Allah SWT dalam berbagai cara. Baik dalam ibadah yang bersifat ritual seperti salat, berdoa dan berzikir. Dalam berbagai literasi, kekuatan spiritual Islam itu dapat diartikan sebagai sikap dari setiap muslim yang merefleksikan Allah sebagai entitas atau sesuatu yang vital dan sebagai pusat kehidupan (center of universe).

Yang kemudian, hubungan dengan Allah ini diteruskan dan diwujudkan dengan menekankan pada penyempurnaan amal ibadah, kesucian jiwa dan rohani hingga berujung pada kesalehan moral atau akhlakul karimah (akhlak yang mulia). Dalam ajaran Islam, ada banyak bagian dalam lingkup ilmu pengetahuan Islam atau islamic studies yang mengajarkan tentang penguatan hubungan dengan Allah, di antaranya ialah kajian tasawuf dan ilmu sufi, kajian ma’rifat dan hakikat yang mengajarkan tentang penyucian jiwa, menjernihkan akhlak dan membangun koneksi lahir dan batin dengan Tuhan untuk mendapat kebahagian dan ketenangan.

Dalam dunia modern ini, kajian spiritual dengan pendekatan integrasi keilmuan atau wahdatul ‘ulum seperti yang diterapkan sebagai warna dalam proses pembelajaran di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara juga banyak berkembang. Dengan pengawalan pada intelektual muslim dan cendekiawan yang cakap pada bidang tersebut.

Kemudian, indikator selanjutnya setelah mempelajari dan memahami dengan hubungan batin dimaksud, dalam ajaran Islam sejak dulu secara jelas dan tegas mengatur tentang hukum dan hal-hal yang terkait dengan muatan benar atau salah. Islam sebagai ajaran bagi seluruh alam, secara umum tegas mengatur bahwa setiap perbuatan insan terpaut pada hukum halal atau haram, hak atau batil, boleh atau tidak boleh (dilarang).

Konsep dasar dan menetukan inilah yang banyak tertuang dalam berbagai dalil dan literasi keislaman yang menegaskan soal perbuatan baik dan perbuatan buruk (tercela). Atau dalam bagian lain disebut dengan “amar ma’ruf, nahi mungkar’ yang berarti menyeru kepada yang baik dan mencegah dari yang mungkar (jahat).

Sebagai contoh sederhana, jika seseorang yang bekerja dengan baik dan mendapatkan upah yang layak tentulah hasil usaha itu bernilai baik lagi halal. Sementara, jika ada orang yang mencuri maka tentulah itu perbuatan yang buruk serta bernilai dosa di sisi Tuhan. Sebenarnya, dua contoh dimaksud mempunyai nilai yang sangat jauh berbeda, satu dalam dimensi kebaikan dan satu dalam dimensi keburukan karena merugikan orang lain.

Namun, dalam kasus dijelaskan tersebut, jika dikaitkan dengan situasi saat ini seakan-akan blur (fading away). Karena masyarakat seolah-olah sulit membedakan mana tindakan yang benar dan mana tindakan yang salah. Sama halnya dengan tindak korupsi yang hari-hari ini mengisi kisah di republik.

Jadi, dalam kajian ini, penulis menawarkan gagasan formula yang bisa jadi efektif dalam pencegahan korupsi di Indonesia, yakni penguatan spiritual sebagai landasan untuk menghindari, mencegah, melawan hingga mengatasi upaya tindak korupsi. Karena dengan spiritual yang kuat, dengan koneksi dan hubungan yang erat serta utuh dengan Sang Pencipta, niscaya mampu menghalau potensi tindak korupsi, karena merasa dirinya diawasi oleh Tuhan secara langsung, merasa takut akan higher power karena kelak yakin akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Maka, kami yakin, dengan formula ini insya Allah akan membentuk aparatur-aparatur negara, abdi masyarakat dan para pejabat publik yang memiliki integritas lengkap dengan nilai-nilai kejujuran, keterbukaan dan akuntabilitas untuk membumikan gerakan anti-korupsi di negara tercinta ini.

Duta PRESTASI . . .

Dalam pelatihan ini, KPK menggandeng Kementerian Agama (Kemenag) RI sebagai kementerian yang representatif dengan jumlah yang aparatur salah satu terbanyak dan cakupan dan satuan kerja yang luas dan banyak serta mengelola anggaran yang besar. Dimaksudkan unutk melahirkan para duta PRESTASI yang siap menjadi garda terdepan terkait pemberantasan korupsi. Khususnya dari sisi pencegahan dan pendidikan, dalam hal ini juga menyelipkan formula spiritual dalam upaya dimaksud.

Program PRESTASI ini, nantinya diharapkan juga dijadikan sebagai penerus inspirasi untuk diterapkan tiap-tiap aparatur di satuan kerja masing-masing, khususnya di UINSU Medan. Sehingga bisa lebih optimal dalam pengelolaan anggaran, meningkatkan mutu pendidikan tinggi serta turut berkontribusi dalam menjaga kerukunan umat beragama.

Dilihat dari kekuatan spiritual, maka ia berkedudukan sebagai landasan dan pedoman nilai yang menghasilkan karakter dan pribadi yang berintegritas. Dengan berpegang teguh, tetap berkomitmen, jujur dan melalukan sesuatu secara konsisten dalam hal ini semangat anti-korupsi. Integritas juga lawan dari kemunafikan, tentulah ini sejalan dengan nilai spiritual yang terkandung dalam ajaran agama-agama, khususnya dalam ajaran Islam.

Program ini, mengarahkan para pimpinan agar mencerminkan nilai dan peran penting. Yakni peran keteladanan atau contoh atau role model terkait nilai integritasi. Baik dalam berpikir, bersikap dan berperilaku dalam bekerja. Peran berikutnya ialah sebagai konektor yang menghubungkan ekosistem integritasi di satuan kerja dan para pemangku kepentingan untuk bisa berubah ke arah yang lebih baik.

Berikutnya ialah peran pemecah masalah atau problem solver dan mampu berpikir kritis (critical thingking) yakni mampu menghamparkan pemikiran yang kritis kemudian juga mampu menyediakan opsi-opsi untuk memecahkan masalah. Lalu peran ini juga untuk menghubungkan kebijakan agar komunikasi dapat berjalan lancar dan baik dalam suatu organisasi sehingga akan terwujud budaya integritas.

Program PRESTASI ini bernilai dan bernas sebagai bekal terbaik para pejabat khususnya di lingkungan Kementerian Agama dan perguruan tinggi kegamaan negeri. Dengan rumusan formula yakni tiap aparatur di dalamnya penting memperkuat diri, jiwa dan batin dengan kekuatan dan pendidikan spiritual yang diawali dengan kepatuhan dan ketaatan dengan ajaran dan nilai-nilai agama dan selalu yakin diawasi Tuhan. Sehingga akan muncul dalam diri pribadi dengan karakter berintegritas yang siap mencegah, menghalau dan menahan diri bahkan keniscayaan untuk melenyapkan tindak korupsi. (Humas)