Sumut Punya Tradisi Kerukunan Tak Terbantahkan : Rumah Moderasi Beragama UIN SU Gelar Seminar

Medan, (UIN SU)

Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN SU) Medan Prof Dr Syahrin Harahap, MA menegaskan, Sumatera Utara dalam lintas sejarah hingga sekarang mempunyai tradisi kerukunan yang tidak bisa terbantahkan. Kerukunan umat, toleransi dan moderasi telah lama dipraktikkan di provinsi tersebut.

Demikian dijelaskannya dalam paparannya pada seminar moderasi beragama yang digelar Rumah Moderasi Beragama UIN SU di kampus IV Tuntungan, Medan, Selasa (14/6). Seminar itu dirangkai dengan pelucuran logo baru UIN SU Medan dan logo 50 tahun kampus Islam negeri terbesar di Sumut itu.

Seminar moderasi beragama mengangkat tema ‘Kontribusi kearifan lokal dalam membangun moderasi beragama di Indonesia’ dihadiri berbagai tokoh Sumut, pimpinan forkopimda setempat, pimpinan Kementerian Agama, pimpinan Kanwil Kemenag Sumut, tokoh agama dan sejumlah narasumber.

Prof Syahrin menyampaikan, UIN SU lahir pada 1974 di tengah masyarakat yang sangat pluralis saat itu. Jadi salah satu bentuk pergerakan keberadaannya adalah moderasi yakni dengan jalan tengah atau wasathiyah. “UIN SU berdiri dengan mempertimbangkan keragaman di masyarakat,” ujar Prof Syahrin.

Ia menegaskan, Sumut punya tradisi agung yakni moderasi beragama sejak dulu. Kerukunan dan moderasi sudah dikembangkan sejak lama di daerah ini dan hal itu banyak dicontohkan oleh para pemimpin masa lalu. Di antaranya moderasi dicontohkan oleh Kesultanan Deli dengan moderasi yang luar biasa. Hal itu ditandai dengan tidak ada orang yang terhambat masuk ke Deli atau Medan kala itu karena persoalan agama.

Selanjutnya, ada tokoh Tiongkok, Tjong A Fie seorang saudagar dan dermawan yang berkedudukan di Medan yang juga punya aura moderasi di lingkungannya yang dibuktikan dengan banyak tindakan bersama umat lain. Lalu ada tokoh Sisingamangaraja yang juga moderat. Dari paparan itu, jelas Prof Syahrin, dirasa berlanjut kepada Gubernur Sumut (Gubsu) Edy Rahmayadi yang juga punya kekuatan moderasi. “Gubsu punya tradisi kepemimpinan yang sangat moderat. Kita, Sumut mempunyai tradisi kerukunan yang tidak bisa dibantah,” tukasnya.

Penegasan itu juga sebagai bentuk jawaban atas kesedihan dari anggapan sebuah penelitian baru-baru ini yang menyebutkan masyarakat Aceh, Sumut dan Sumbar adalah masyarakat yang intoleran, padahal sebaliknya. Dua hal menjadi fokus seminar itu, yakni menelaah peran dan fungsi kearifan lokal (local wisdom) Sumut menghadapi keberagaman, kedua yakni penghargaan tokoh moderasi yang disematkan untuk Gubsu Edy Rahmayadi.

“Kami perlu sampaikan kepada dunia, bahwa masyarakat Sumatera Utara mengembangkan moderasi beragama dan wasathiyatul Islam,” tandasnya.

Tokoh moderasi

Rektor menyampaikan, seminar dalam rangkaian peringatan 50 tahun UIN SU berdiri yang ditandai dengan logo 50 tahun dan logo kampus yang baru. Ihwal itu menandakan UIN SU menjadi kampus Islam yang lebih dinamis dan siap menghadapi perkembangan zaman dengan nilai islami. Beberapa waktu ke depan, rektor menggelar peletakan batu pertama pembangunan gedung wahdatul ‘ulum di kampus I Sutomo yang merupakan bantuan Pemprov Sumut.

Edy Rahmayadi dalam ruang itu menerima penghargaan sebagai tokoh moderasi beragama Sumut. Juga karena dinilai mampu menjaga kestabilan terkait kerukunan dan moderasi beragama di daerah majemuk ini. Ia mengarahkan, agar seminar tidak serimonial saja, namun melalui diskusi menghasilan buah pikiran yang bernas dan bentuk komunikasi baik untuk menciptakan suasana akur dan rukun di tengah umat.

Ia menegaskan, jangan mengeliminir peran Alquran dan hadis dalam menjaga moderasi. Karena kandungannya betul-betul mengarah pada moderan. Jadikan kitab suci dan hadis sebagai pedoman akan mewujudkan moderasi. Ia juga mengharapkan UIN SU menjadi kampus yang lebih baik ke depan dengan lulusan berkualifikasi.

Tenaga Ahli Bidang Administrasi Menteri Agama, Hasan Basri Sagala menyampaikan, Indonesia merupakan negara kesepakatan yang sejalan dan ditandai dengan moderasi beragama di dalamnya dan saat pendiriannya. Dengan ciri khas tersebut yang inklusif dan asimilatif dinilai mampu mendorong NKRI. Seminar menghadirkan narasumber Prof Dr Uli Kozok dari Universitas Hawaii di Manoa dan Dr Phil Zainul Fuad MA, Ketua Rumah Moderasi Bergama UIN SU. (humas)