Masyarakat Perlu Sadar Demokrasi untuk Tingkatkan Partisipasi Politik
Medan (UINSU)
Selain menjalankan fungsi pengawasan pemilu, masyarakat kampus atau sivitas akademika bertugas meningkatkan kesadaran demokrasi dan partisipasi politik yang diiringi dengan pemahaman mendalam, sehingga masyarakat sadar akan hak-hak politik dan tanggung jawabnya sebagai pengawal demokrasi.
Demikian ditegaskan Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan Prof Dr Nurhayati, MAg saat didaulat menjadi narasumber pada kegiatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Utara bertema ‘Peningkatan kapasitas dalam rangka dukungan fasilitasi bagi Bawaslu kabupaten/kota dan Panwaslu kecamatan se-Sumatera Utara pada pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati dan walikota-wakil walikota serentak 2024.’
Acara tersebut digelar di MICC Jalan Gagak Hitam, Medan Sunggal, Medan, Selasa (24/9) diikuti sekitar 2.000 pengawas pemilu tingkat daerah, kota hingga kecamatan di Sumut. Rektor membawakan materi peran sivitas akademika dalam peningkatan partisipasi pengawasan masyarakat kampus dalam pemilihan kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024.
Lalu, peran insan akademik dalam pesta demokrasi ini yakni membangun etika dan integritas dalam pengawasan pemilu. “Tujuan ini berfokus pada pembentukan nilai-nilai etika dan integritas di kalangan sivitas akademika, sehingga mereka dapat terlibat dalam pengawasan Pilkada secara netral, objektif, dan tidak memihak serta menjaga kredibilitas dalam setiap langkah pengawasan,” urai rektor.
Dipaparkannya, insan kampus perlu mengedukasi masyarakat terkait pemilu yang merupakan proses demokratis untuk memilih para wakil rakyat di dalam negara. Seperti memilih presiden dan anggota legislatif. Sepanjang sejarah, Indonesia melalui 13 pemilu dengan berbagai catatan yang perlu terus diperbaiki. Kali ini, pemilihan kepala daerah akan digelar serentak pada 27 November mendatang.
Peran vital kampus, urainya, juga termasuk untuk memastikan pemilu berjalan benar dan damai dengan fungsi pengawasan. Dengan penjabaran di antaranya mencegah terjadi pelanggaran dengan berperan aktif dalam memantau potensi pelanggaran, seperti politik uang, intimidasi pemilih, dan manipulasi suara.
Lalu turut membantu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Hal ini berfokus pada pembentukan nilai-nilai etika dan integritas di kalangan sivitas akademika, sehingga mereka dapat terlibat dalam pengawasan Pilkada secara netral, objektif, dan tidak memihak serta menjaga kredibilitas dalam setiap langkah pengawasan.
Prof Nurhayati menerangkan, sebagai pusat edukasi kepemiluan, kampus bisa membantu dalam mengurangi praktik-praktik manipulasi terhadap pemilih yang kurang paham atau mudah dipengaruhi. Lalu, insan kampus sebagai pengawas partisipasif mampu menemukan dan mendeteksi adanya pelanggaran selama proses pemilu dan bisa melaporkannya ke instansi terkait.
Ia menambahkan, masyarakat kampus bisa turut mengawasi tahap penghitungan dan rekapitulasi suara yang jadi tahap krusial untuk mencegah adanya kecurangan atau manipulasi data. Dengan begitu, proses ini dapat dipantau secara ketat sehingga diyakini mengurangi peluang terjadinya penyelewengan.
Menerapkan keadilan…
Sebagai rektor universitas Islam, Prof Nurhayati juga memaparkan terkait kandungan Alquran pada Surat Al Maidah ayat 8, yang berarti: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Dikaitkan dengan pemilu ini, lanjutnya, maka relevansi wahyu ini yakni mengajarkan pentingnya bersikap adil dan objektif dalam semua tindakan, termasuk dalam mengawasi jalannya Pilkada. Sivitas akademika sebagai pengawas partisipatif harus menjaga netralitas dan bersikap adil, tanpa memihak atau terpengaruh oleh kebencian atau kepentingan pribadi.
Hal tersebut, lanjut rektor, diperkuat dengan hadis nabi yang diriwayatkan Muslim, “Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.”
Relevansinya, dalam konteks Pilkada, sivitas akademika memiliki peran untuk mencegah terjadinya kemungkaran seperti politik uang, intimidasi, atau kecurangan. Jika mereka tidak mampu bertindak langsung, mereka bisa melaporkan secara resmi atau menyampaikan informasi yang benar melalui media. Pengawasan ini merupakan bentuk perlawanan terhadap kemungkaran dalam demokrasi.
Terkait penjelasannya, maka peran kampus dalam menjalankan fungsi pengawasan ialah, memastikan terselenggaranya pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan berkualitas serta dilaksanakannya peraturan perundang-undangan mengenai pemilu secara menyeluruh. Mewujudkan Pemilu yang demokratis dan menegakkan integritas, kredibilitas penyelenggara, transparansi penyelenggaraan dan akuntabilitas hasil Pemilu.
“Peran sivitas akademika dalam pengawasan partisipatif Pilkada 2024 tidak hanya membantu memastikan bahwa pemilu berjalan secara demokratis, tetapi juga mendorong terciptanya pilkada yang damai, adil, dan transparan. Melalui edukasi, pengawasan, penyebaran informasi dan keterlibatan langsung dalam proses pilkada, sivitas akademika dapat menjadi penggerak utama dalam menjaga kualitas dan integritas proses demokrasi di Indonesia,” pungkas rektor. Hadir para pimpinan Bawaslu Sumut dan para tamu serta narasumber lainnya. (Humas)