Jakarta (UINSU)
Dalam momentum pelaksanaan konferensi HEPCon 2025, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) resmi melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Sekolah Tinggi Teologi Baptis Kalvari (STTBK). Upaya ini menegaskan komitmen UINSU memperluas jejaring internasional dan memperkuat kolaborasi keagamaan lintas agama, khususnya dalam ranah akademik, penelitian, dan dialog antaragama.
Acara penandatanganan MoU yang berlangsung di sela-sela konferensi tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, baik dari pihak UINSU maupun STTBK dan lembaga pendukung. Dari pihak STTBK hadir Dr. Harry Sudarma selaku COO Yayasan Kalvari Indonesia, bersama Dr. Gandi Wibowo, S.T., M.Th sebagai Ketua STTBK, Grace A. Ticoalu Thenu, M.Th sebagai Wakil Ketua II bidang Keuangan & Kepegawaian, Maria Benedicta Dian Savitri, M.Th selaku Direktur Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, serta Lala selaku Sekretaris COO Yayasan Kalvari. Dari UINSU turut hadir Rektor Prof. Dr. Nurhayati, M.Ag. beserta Wakil Rektor bidang kerja sama dan Pengembangan Lembaga, Prof. Dr. Muzakkir, M.Ag.


Penandatanganan MoU ini bukan sekadar simbolik institusional, melainkan wujud nyata dari aspirasi UINSU memanfaatkan kekuatan fakultas yang berada di internal kampusnya, khususnya Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam dengan prodi Studi Agama-agama. Dengan MoU ini, fakultas dan prodi tersebut dapat membuka ruang kajian bersama, seminar lintas agama, dan dialog akademik yang mempertemukan perspektif Islam dan teologi Kristiani. Inisiatif tersebut sejalan dengan visi UINSU sebagai universitas yang tidak hanya unggul dalam sisi keilmuan, tetapi juga ramah dan inklusif terhadap perbedaan.
Keterkaitan MoU ini dengan kebijakan prioritas Kementerian Agama juga sangat kuat. Salah satu dari delapan program prioritas Kemenag adalah meningkatkan kerukunan dan cinta kemanusiaan. Gagasan ini betul-betul relevan dengan semangat dialog antaragama, saling menghargai, dan merajut toleransi dalam kehidupan berbangsa dan beragama.
Dalam konteks pendidikan agama di madrasah dan lembaga keagamaan, Kemenag juga menggagas Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai pendekatan terintegrasi yang menanamkan nilai cinta — terhadap Tuhan, terhadap diri sendiri dan sesama, terhadap ilmu pengetahuan, lingkungan, serta bangsa dan negara. Nilai cinta kepada sesama manusia yang menjadi salah satu pilar KBC memiliki makna toleransi yang sangat penting: menghargai keberagaman, mendengarkan perbedaan, dan menjadikan dialog sebagai sarana utama, bukan konflik. Pendekatan ini mendorong integrasi ilmu — bahwa studi agama, humaniora, dan ilmu sosial tidak berjalan terpisah, melainkan saling melengkapi.



Keberadaan Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam di UINSU menjadikan kampus ini sangat tepat untuk menjadikan isi MoU sebagai laboratorium keilmuan nyata. Misalnya, program bersama bisa mencakup penelitian komparatif agama, kuliah tamu lintas agama, lokakarya dialog, maupun publikasi bersama. Melalui jalur ini, UINSU dan STTBK dapat menjadi mitra dalam menghasilkan kajian-kajian yang relevan dengan tantangan pluralitas Indonesia saat ini.
MoU ini, bila dijalankan secara konsisten, dapat menjadi modal penting dalam memperkuat ekosistem toleransi di kampus dan masyarakat sekitar. Dukungan dari lintas stakeholder — mahasiswa, dosen, komunitas keagamaan — akan menentukan keberhasilan pelaksanaan. Semoga kemitraan UINSU–STTBK ini menjadi contoh konkret bahwa kampus agama dapat berperan sebagai ruang perdamaian, penguatan dialog, dan pengembangan ilmu yang humanis. (Humas)