UINSU

Dirjen Pendis Berikan Pidato pada Wisuda Sarjana ke-81 UINSU

Medan (UINSU)
Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) RI, Prof Dr Muhammad Ali Ramdhani, STP, MT mengakui dan menikmati kepemimpinan perempuan yang hadir membawa berbagai solusi terhadap problematika-problematika dan hadir dengan sikap keibuan yang luar biasa.

Hal demikian ia sampaikan merujuk pada kepemimpinan Prof Dr Nurhayati, MAg sebagai rektor pertama perempuan di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan pada acara Dies Natalis ke-50 dan Wisuda Sarjana ke-81 UINSU di Gelanggang Mahasiswa, kampus I Jalan Sutomo Ujung, Medan, Minggu (19/11).

Dirjen Prof Ali Ramdhani mengpresiasi Prof Nurhayati sebagai rektor perempuan yang mampu menyelesaikan berbagai masalah dan bangkit menjadi kampus yang dibanggakan masyarakat Sumatera Utara, sekaligus menguatkan tekad kampus Islam ini sebagai pengawal peradaban. Ia menyaksikan, Rektor Prof Nurhayati yang diamanahkan pada Mei lalu, namun sudah banyak memberikan solusi dan menyelesaikan berbagai persoalan yang menganggu pada ruang-ruang pembelajaran kita.

Dalam pidatonya, Prof Ali Ramdhani menyampaikan, dies natalis dan Milad ke-50 UINSU Medan ini merupakan giat syarat makna, sebagai ruang refleksi dan evaluasi dari kedirian UINSU Medan yang beriringan dengan Wisuda Sarjana ke-81. “Dies natalis, milad atau ulang tahun ini dimaknadi sebagai deret bilangan waktu, alat ukurnya tergantung dari eksistensi dari organisasi yang merayakan,” ujarnya.

Dirjen Pendis mengajak bersama, untuk merenung bahwa kedirian UINSU Medan bersamaan dengan keinginan untuk menciptakan insan yang mampu mengkhidmatkan dan mendarmabaktikan diri untuk kehidupan bermasyarakat. “Hakikat berdirinya UINSU adalah untuk menjadi pengawal perabadan. Dalam dunia muslim biasa disebut sebagai aktor pencerah atau dalam istilah lain kehadiran UINSU harus menjadi sosok atau figur ustaz,” urainya.

Ustaz, sebagai suatu akronim, jelasnya, hadir sebagai soko guru yang mencerahkan kehidupan bangsa. Yang dimulai dengan ushuluddin atau pondasi agama. Setelah pondasi kuat, lalu akan terbentuk tatanan norma atau hukum dalam hidup bermasyarakat yang disebut dengan syariah. Kemudian, gagasan dan konsep syariah harus diajarkan dalam ilmu tarbiyah, lalu terbentuknya suatu peradaban.

Lalu, ketika ada peradaban, maka harus diteruskan, disebarluaskan dengan kekuatan dakwah dan syiar. “Jadi dimulai dengan ushuluddin, syariah, tarbiyah, adab dan dakwah, maka sudah lengkaplah kita. Semua ini dimulai dan berpondasi pada komunitas ushuluddin,” tukasnya, sembari menyapa ribuan lulusan yang diwisuda dari Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam (FUSI) dan Fakultas Sains dan Teknologi (FST).

Membawa semangat center of excellent, Prof Ali Ramdhani mengharapkan UINSU tidak hanya menjadi menara gading yang elok dan enak dipandang. Namun UINSU harus menjadi mercusuar yang mampu menerangi dan mampu menunjukkan arah bagi mereka yang mencari peradaban. “Kampus sebagai pengawal peradaban, bertugas memanusiakan manusia dan memuliakan manusia, maka layak ketika kita bercerita tentang objek dan subjek yang ingin kita tingkatkan kualitasnya ialah merujuk pada manusianya. Jadi mari kita merenungi tentang sisi-sisi kemanusiaan,” imbuhnya.

Memanusiakan manusia…

Menilik kajian tentang manusia, maka akan diawali dengan definisi atau pengertian-pengertian. Dari berbagai referensi klasik, Dirjen Pendis paparkan bahwa sesungghnya, manusia adalah hewan yang berakal. Pada zaman pertengahan, populer pula istilah ‘aku berpikir, maka aku ada’ hingga dari referensi biologi, manusia sebagai homo sapiens yang juga menjelaskan manusia sebagai makhluk yang mampu berpikir, punya kebijaksanaan dalam tatanan kehidupan sosial.

Dari tiga definisi tersebut, jelasnya, maka bermuara pada pemahaman bahwa eksistensi manusia terletak pada kemampuannya untuk mendayagunakan dan mengoptimalkan akalnya dalam menjalani kehidupan. Saat ini, dengan senang dan semangat melaksanakan hal yang subtantif pada sisi kemanusiaan. Prof Ali menegaskan, letak eksistensi manusia bukan pada wujudnya, tapi adalah bagaimana manusia menggunakan daya pikirnya.

Mengutip perkataan Umat bin Khattab, ia menjelaskan, bahwa mahkota seseorang adalah ilmu, derajat seseorang adalah dari pemahaman dan pengamalan agamanya serta kehormatan seseorang terletak pada budi pekertinya. Jadi dengan ilmu, pemahaman dan pengamalan serta budi pekerti dimaksud harus terekspresikan pada seluruh lulusan atau sarjana UINSU yang kali ini diwisuda.

Dalam referensi lain, lanjutnya, 70 persen tubuh manusia merupakan air, dari hal ini maka lulusan harus memberikan yang terbaik dan penghormatan utama bagi penyumbang air utama dalam perjalanan hidup yaitu kehadiran ibu. Sebagai sosok yang paling berjasa dalam hidup kita dan penyumbang sedikitkan lima jenis air dalam tumbuh kembang kita.

Ia memaparkan, lima jenis air yang dimaksud yaitu air ketuban yang diberikan untuk tumbuh janin yang tidak bisa digantikan, lalu ibu memberikan air darah, kalsium dan nutrisi lain untuk tumbuh kembang janin hingga kokoh. Lalu setelah lahir ibu persembahkan air susu sebagai saripati dari apa yang ia makan sebagai nutrisi utama. Keempat, air keringat yang mengantarkan setiap jejak pertumbuhan anak dan air mata yang ibu jatuhkan saat melafalkan dan melangitkan doa kepada Allah SWT.

Maka dari itu, Prof Ali menyampaikan, patutlah bersyukur atas pencapaian sejauh ini juga karena dukungan orangtua. Jangan sampai rasa syukur kita tertolak di langit karena tidak bisa bersyukur dan berterima kasih kepada orang-orang yang berkontribusi, mendukung dan membantu kita atas segala kenikmatan yang diperoleh. Ialah ibu, ayah, keluarga, rekan-rekan, dosen hingga rektor sehingga lulusan sampaikan pada pencapaian akademik ini.

Prof Ali mengarahkan, agar lulusan menjadi manusia yang bermartabat. Setelah prosesi wisuda ini agar mendatangi ibu dan ucapkan terima kasih atas segara rawatan dan ruwatan yang ia berikan, sehingga bisa pada titik pencapaian ini. Berkaitan tema budaya mutu unggul dan transformasi digital, Prof Ali menegaskan, himpunan kata ini sebagai ekspresi dari keinginan dalam mengadaptasi suatu perubahan kehidupan.

Terus belajar dan adaptasi…

Dengan kata kunci perubahan dalam kehidupan, katanya, jika ingin berada para poros mainstream dari alur kehidupan, bukan pada pojok-pojok peradaban dan sudut-sudut kemajuan, maka harus mempunyai kemampuan beradaptasi. Mengutip beberapa ungkapan, di antaranya seluruh spesies akan punah, kecuali bagi yang responsif terhadap perubahan. Lalu eksistensi manusia ditentukan dari kemampuan untuk berubah dan ungkapan sahabat yang menjelaskan ajari anakmu sesuai dengan zamannya, sebab zamanmu berbeda dengan zamanmu. Maka dari situ, disimpulkan bahwa adaptasi adalah suatu keniscayaan.

Prof Ali mengajak, gelar sarjana jangan jadi alasan untuk terjebak dalam zona nyaman karena merasa cukup dengan kompetensi saat ini. Namun harus terus berproses dan belajar, karena berhenti belajar adalah kematian yang hakiki. Hal ini sejalan dengan perintah agama untuk belajar dari buaian hingga ke liang lahat. “Juga sering diucapkan ulama kita, bahwa teruslah belajar, sebab dari hidup kita belajar dan dari belajar kita hidup,” tandasnya.

“Ingatlah, orang yang terpelajar itu hanyalah pemilik masa lalu, tapi orang yang terus belajar adalah orang-orang yang memiliki masa depan,” pungkasnya sembali ucapkan tahniah dan selamat kepada ribuan lulusan yang diwisuda dan apresiasi telah mempercayakan kampus Islam atau PTKIN sebagai tempat mendapatkan pendidikan tinggi.

Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), Kemenag RI, Prof Dr Ahmad Zainul Hamdi, MAg dalam orasi ilmiahnya menyampaikan, bahwa di PTKI jajarannya terdapat UIN yang kredibel karena mampu menyesuaikan perkembangan dan menghadapi berbagai tantangan. “Saya baru mengatahui, di bawah Dirjen Pendis dan Direktorat PTKI, ternyata ada salah satu UIN terhebat di Indonesia, yaitu UIN Sumatera Utara Medan,” imbuhnya.

Ia menegaskan, agar lulusan tidak kehilangan passion terhadap ilmu. Menyampaikan suatu dalil dengan makna jadilah orang yang berilmu, jika tidak bisa, jadilah orang yang belajar (pembelajar), jika tidak bisa maka jadilah orang yang mendengarkan ilmu. Jika tidak bisa maka jadilah orang yang mencintai ilmu. Tapi jangan jadi orang yang bodoh, maka akan menjadi orang yang rusak dan binasa. Ungkapan ini bermuara pada dua pilihan, menjadi golongan orang yang bodoh dan binasa, atau menjadi berilmu dan diangkat derajatnya.

Senada, Prof Zainul juga menyampaikan tahniah dan selamat kepada para lulusan yang diwisuda kali ini. Ia mengharapkan terus melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Diketahui pada wisuda sesi ketiga ini, mewisuda 689 lulusan dari FST dan FUSI. Dari lima sesi prosesi wisuda kali ini, jumlah wisudawan yaitu 4.495 orang dari delapan fakultas dan satu program pascasarjana.

Bagikan Melalui Sosial Media :
X (Twitter)
Visit Us
YOUTUBE
INSTAGRAM
Skip to content