Medan (UINSU)
Senin, 17 Maret 2025 – Safari Ramadhan UIN Sumatera Utara (UIN SU) Medan kembali menghadirkan siraman rohani bagi warga binaan Lapas Kelas IIA Pancur Batu di hari ketujuh. Tausiyah kali ini seharusnya diisi oleh Dr. Anang Anas Azhar, MA, Wakil Dekan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sumatera Utara, namun karena berhalangan hadir, tausiyah disampaikan oleh Dr. Iwan Nasution, M.H.I. yang dengan penuh kelembutan membimbing para warga binaan dalam menyelami makna hidup dan ibadah.
Meski tanpa kehadiran pejabat dari pihak Lapas, suasana tetap khusyuk dan damai. Para peserta, baik yang berada di dalam maupun di luar masjid, tampak bersemangat menyimak setiap kalimat yang disampaikan meski dalam keadaan berpuasa. Pada saat doa dan shalawat dikumandangkan, semangat para peserta semakin terasa, menciptakan suasana yang syahdu dan penuh ketenangan.


Dalam tausiyahnya, Dr. Iwan Nasution mengingatkan bahwa manusia tidak pernah tahu kapan Allah akan memanggilnya kembali ke pangkuan-Nya. “Tidak ada satu pun di antara kita yang mengetahui kapan ajal tiba. Maka, setiap detik dalam hidup harus kita manfaatkan untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah,” tuturnya dengan suara yang meneduhkan.
Beliau juga menegaskan bahwa setiap ujian yang diberikan Allah sejatinya bukan untuk menghancurkan manusia, melainkan untuk meninggikan derajat mereka di sisi-Nya. “Allah tidak menzalimi hamba-Nya. Justru, ujian yang kita terima adalah cara Allah untuk membersihkan diri kita, agar kita kembali pada-Nya dalam keadaan lebih baik,” lanjutnya.
Lebih dalam lagi, beliau mengibaratkan bulan Ramadhan sebagai madrasah ruhaniyah, tempat manusia belajar untuk mengendalikan diri. “Ramadhan adalah sarana bagi kita untuk menahan hawa nafsu, mengontrol diri dari segala godaan duniawi, agar setelahnya kita menjadi insan yang lebih bertakwa,” jelasnya.
Dalam ceramahnya, beliau juga mengutip sabda Rasulullah SAW yang memperingatkan tentang masa di mana Islam hanya tinggal namanya, Al-Qur’an hanya tinggal tulisannya, masjid dibangun megah dan mewah tetapi sepi dari ibadah. “Inilah zaman yang harus kita waspadai. Jangan sampai kita menjadi bagian dari mereka yang hanya menjadikan Islam sebagai identitas tanpa mengamalkannya dalam kehidupan,” pesannya penuh makna.
Lebih lanjut, Dr. Iwan Nasution mengingatkan agar ibadah tidak dijadikan sebagai beban, melainkan kebutuhan. “Ibadah bukan sesuatu yang harus kita jalani dengan keterpaksaan. Jadikan ibadah sebagai sumber ketenangan, tempat kita berlindung dari segala kesulitan dunia,” ujarnya.


Sebagai penutup, beliau menyampaikan pesan yang menyejukkan hati. “Sebesar apa pun dosa yang telah kita lakukan, rahmat Allah selalu lebih besar. Ampunan-Nya melampaui segala batas kesalahan manusia. Maka, jangan pernah putus asa dari rahmat-Nya. Ramadhan adalah waktu terbaik untuk kembali,” katanya penuh harapan.
Antusiasme peserta begitu tinggi hingga akhir acara. Banyak yang larut dalam perenungan, menyerap hikmah dari setiap kata yang disampaikan. Baik yang duduk di dalam masjid maupun mereka yang berada di halaman sekitar, semuanya khusyuk mendengarkan. Safari Ramadhan hari ketujuh pun ditutup dengan doa bersama, memohon ampunan dan rahmat dari Allah di bulan suci ini. (Humas)