UINSU

Medan (UINSU)

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan menjadi tuan rumah pelaksanaan program “MPR RI Goes to Campus” yang berlangsung pada Selasa, 17 Juni 2025, di Aula Gedung Biro Rektor Kampus IV, Tuntungan. Acara ini menghadirkan Wakil Ketua MPR RI, Dr. Eddy Soeparno, S.H., M.H., sebagai pembicara utama dalam kuliah umum bertema transisi energi nasional menuju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Kunjungan ini disambut langsung oleh Rektor UINSU Medan, Prof. Dr. Nurhayati, M.Ag., yang dalam sambutannya mengungkapkan rasa bangga dan terima kasih atas kehadiran Wakil Ketua MPR RI. Ia menegaskan bahwa UINSU siap menjadi mitra strategis dalam upaya mewujudkan Indonesia yang ramah lingkungan melalui pendekatan ekoteologis. “Memberikan yang terbaik untuk lingkungan adalah bagian dari ibadah,” tegas Prof. Nurhayati dalam pidatonya.

Turut hadir dalam acara tersebut jajaran pimpinan UINSU Medan yaitu para wakil rektor dan kepala biro. Hadir pula para dekan dan wakil dekan dari seluruh fakultas, para ketua lembaga dan kepala pusat, serta para dosen dan mahasiswa dari berbagai jurusan. Kehadiran Sultan Deli ke-14, Sultan Mahmud Aria Lamantjiji Perkasa Alam Shah (Tuanku Aji), sebagai tamu kehormatan semakin menambah khidmat dan kemegahan acara.

Dalam kuliah umum yang disampaikannya, Dr. Eddy Soeparno menyoroti pentingnya transisi energi sebagai langkah krusial untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% yang diusung oleh pemerintahan Prabowo-Gibran. Ia menjelaskan bahwa target ambisius ini harus diiringi oleh kesiapan sektor energi nasional untuk memenuhi lonjakan kebutuhan listrik yang akan terjadi seiring meningkatnya industrialisasi dan pembangunan infrastruktur.

Namun, Dr. Eddy mengingatkan bahwa transisi energi tidak boleh mengorbankan komitmen Indonesia terhadap dekarbonisasi ekonomi yang ditargetkan tercapai pada tahun 2060. “Hari ini, lebih dari 60% listrik kita masih berasal dari batubara. Padahal bauran energi terbarukan kita baru sekitar 14,5%, jauh dari target 23% di tahun 2025,” ujarnya.

Ia menyebut bahwa Indonesia sejatinya memiliki potensi besar dalam energi terbarukan, terutama dari tenaga surya yang mencapai 3.300 GW. Meski demikian, kenyataannya Indonesia masih sangat bergantung pada impor BBM dan LPG. Ketergantungan ini tidak hanya membebani keuangan negara melalui subsidi, tetapi juga memperbesar emisi karbon yang memperparah krisis iklim.

“Transisi energi bukan lagi pilihan, tapi kewajiban,” tegas Eddy. Ia pun mengusulkan sejumlah langkah konkret, seperti pengesahan RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBET), elektrifikasi sektor transportasi dan rumah tangga, pensiun dini PLTU batubara, serta penerapan pajak karbon.

Lebih jauh, Eddy mengajak kalangan akademisi, khususnya sivitas UINSU Medan, untuk mengambil peran aktif dalam mendukung percepatan transisi energi melalui riset, inovasi, dan usulan kebijakan berbasis data. Menurutnya, kampus adalah rumah kolaborasi yang memiliki kekuatan moral dan intelektual untuk mempengaruhi arah pembangunan nasional.

Sementara itu, materi kedua disampaikan oleh Prof. Dr. Muzakkir, M.Ag., Wakil Rektor bidang Kerja Sama dan Pengembangan Lembaga UINSU Medan, yang menyoroti urgensi penyelamatan lingkungan dari sudut pandang tasawuf dalam tema “Kearifan Pengelolaan Alam Berdasarkan Perspektif Tasawuf”. Dalam pemaparannya, Prof. Muzakkir menjelaskan bahwa alam bukan sekadar objek eksploitasi, melainkan manifestasi kasih sayang Tuhan yang harus dijaga dengan cinta dan tanggung jawab spiritual.

Ia menekankan bahwa dalam tradisi sufistik, alam dipandang sebagai berkah (karunia), ayat (simbol ketuhanan), dan mi’raj (media pendakian spiritual). Kerusakan lingkungan yang kian parah, menurutnya, merupakan refleksi kegagalan manusia dalam menjalankan perannya sebagai khalifah di bumi.

“Landslide, gempa, banjir, tsunami—atau yang saya sebut ‘LGBT’—adalah peringatan ekologis yang menuntut pertobatan kolektif. Jika alam kita rusak, itu karena kita yang merusaknya,” ungkap Muzakkir dengan nada serius.

Ia mengajukan empat pendekatan sufistik untuk menyelamatkan alam: mahabbah (cinta terhadap alam), uzlah dan tadabur (kontemplasi alam), zuhud (menahan diri dari kerakusan), serta ma’rifat (kesadaran akan tanggung jawab moral terhadap lingkungan). Menurutnya, pendidikan ekoteologi di UINSU harus menjadi fondasi kuat untuk membentuk generasi yang beretika lingkungan.

Sebagai penutup, ia menyoroti peran UINSU dalam pengembangan kampus berwawasan lingkungan melalui Pusat Studi Lingkungan Hidup dan program Green Metric yang sedang dikembangkan. Ia juga menyambut baik ajakan kolaborasi dari MPR RI dan berharap UINSU dapat berkontribusi secara aktif dalam pembangunan berkelanjutan nasional.

Kegiatan ini ditutup dengan harapan agar program “MPR RI Goes to Campus” tidak berhenti sampai di sini, melainkan menjadi awal dari kerja sama yang lebih erat antara lembaga negara dan dunia pendidikan. Rektor UINSU bahkan menyampaikan permohonan agar kampusnya mendapatkan dukungan nyata dari MPR RI, baik dalam bentuk pendanaan riset maupun pembangunan infrastruktur penunjang kegiatan akademik yang ramah lingkungan.

Antusiasme mahasiswa dan para peserta tampak tinggi sepanjang acara, yang mencerminkan kesiapan dan semangat UINSU Medan untuk menjadi garda depan dalam perjuangan mewujudkan Indonesia Emas 2045 yang adil, hijau, dan berkelanjutan. (Humas)

Bagikan Melalui Sosial Media :
X (Twitter)
Visit Us
YOUTUBE
INSTAGRAM
Skip to content