Medan (UINSU)
Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA, menyampaikan gagasan visioner tentang pentingnya Asia Tenggara sebagai pusat baru peradaban Islam dunia. Gagasan ini diungkapkan dalam forum internasional MABIMS ke-21 (Mesyuarat Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) yang berlangsung di Melaka, Malaysia, pada Minggu (19/10/2025).
Menurut Menag, sejarah panjang peradaban Islam menunjukkan bahwa kejayaan Baghdad dengan lembaga intelektualnya, Baitul Hikmah, menjadi bukti bahwa kemajuan Islam berakar kuat pada penguasaan ilmu pengetahuan dan budaya. “Kini saatnya Asia Tenggara membangun Baitul Hikmah baru yang menjadi sumber pencerahan dunia Islam modern,” ujarnya.

Beliau menegaskan bahwa negara-negara di Asia Tenggara memiliki keunggulan komparatif berupa stabilitas sosial, ekonomi, dan politik yang relatif lebih baik dibanding beberapa negara Timur Tengah. Kondisi ini memberikan peluang besar bagi kawasan ini untuk tampil sebagai model kemajuan Islam yang damai, moderat, dan berorientasi pada ilmu pengetahuan.
Lebih jauh, Nasaruddin Umar menekankan pentingnya kolaborasi lintas negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam memperkuat sinergi keilmuan dan peradaban Islam. Ia menilai, kerja sama yang berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan, riset, dan kebudayaan akan menjadi pilar utama kebangkitan Islam di era modern.
Dalam pandangannya, kebangkitan peradaban Islam masa kini tidak hanya ditentukan oleh kekuatan politik dan ekonomi, tetapi juga oleh kemampuan umat Islam mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu umum. “Kita perlu melahirkan generasi baru ulama dan ilmuwan yang memiliki spiritualitas tinggi sekaligus penguasaan sains modern,” tegas Menag.
Beliau juga menyoroti pentingnya masjid sebagai pusat pemberdayaan umat. Dalam forum tersebut, MABIMS meluncurkan program “Semanis MABIMS Seharum Serantau”, yang berfokus pada optimalisasi peran masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, melainkan juga sebagai pusat kegiatan sosial, pendidikan, dan ekonomi masyarakat.
Indonesia, lanjut Menag, telah mempraktikkan konsep ini melalui berbagai inisiatif seperti program Masjid Berdaya dan Berdampak (MADADA) yang mendukung pelaku usaha mikro melalui pembiayaan tanpa bunga (qard al-hasan), pelatihan wirausaha, dan digitalisasi masjid. “Masjid Istiqlal, misalnya, kini menjadi model masjid ramah lingkungan dan percontohan green building di dunia,” ungkapnya.

Selain itu, setiap negara anggota MABIMS juga memiliki karakter dan falsafah yang memperkuat visi bersama tersebut. Brunei Darussalam dengan konsep “Melayu Islam Beraja” menegaskan integrasi agama dan budaya; Malaysia mengusung visi “Malaysia Madani” yang menekankan nilai kemanusiaan dan keadilan sosial; Singapura mempraktikkan harmoni beragama melalui Religious Harmony and Community Resilience; sementara Indonesia dikenal dengan gagasan Moderasi Beragama dan Trilogi Kerukunan.
Melalui kesepahaman ini, Asia Tenggara diharapkan mampu membangun wajah Islam yang rahmatan lil ‘alamin — Islam yang menghadirkan kemaslahatan, toleransi, dan kemajuan. Menurut Menag, semangat kolaborasi antarnegara ini menjadi fondasi kuat bagi lahirnya peradaban Islam yang baru, yang bersumber dari nilai-nilai keilmuan, keadilan, dan kemanusiaan.
Menutup sambutannya, Nasaruddin Umar mengajak seluruh pemimpin dan masyarakat Muslim Asia Tenggara untuk bersama-sama memperkuat integrasi peradaban Islam. “Kita tidak hanya membangun masa depan Islam di kawasan ini, tetapi juga mewariskan model peradaban yang bisa menjadi inspirasi bagi dunia,” tutupnya. (Humas)