Medan (UINSU)
Nama Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M.A. semakin dikenal luas sebagai tokoh lintas-agama dunia yang konsisten menebarkan pesan perdamaian global. Kiprahnya yang melampaui sekat agama, bangsa, dan budaya menjadikannya sosok yang pantas diajukan sebagai penerima Nobel Perdamaian, penghargaan bergengsi bagi mereka yang mengabdikan hidup untuk kemanusiaan dan harmoni dunia.
Sebagai seorang cendekiawan Muslim berwawasan global, Nasaruddin Umar menegaskan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin dalam konteks modernitas. Ia aktif menyuarakan Islam yang moderat, terbuka, dan penuh kasih melalui berbagai forum internasional — mulai dari Vatikan, Universitas Al-Azhar Mesir, hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lebih dari sekadar berdialog, ia mewujudkan persaudaraan lintas iman dalam tindakan nyata yang menginspirasi banyak pihak.

Dalam kiprahnya sebagai pemuka lintas agama, Nasaruddin sering diundang dalam forum perdamaian global seperti Forum Daring Peace di Vatikan yang diselenggarakan oleh Komunitas Sant’Egidio. Di hadapan para pemimpin agama dunia, ia menegaskan bahwa “persaudaraan tidak mengenal batas agama.” Sikap rendah hati dan penuh kasih yang ditunjukkannya, termasuk saat bertemu Paus Fransiskus, menjadi simbol kuat bahwa kemanusiaan mampu melampaui sekat teologis.
Selain dikenal karena pandangan teologisnya yang moderat, Nasaruddin Umar juga dihormati sebagai intelektual global. Karya-karyanya tentang tafsir, gender, dan perdamaian menjadi rujukan di berbagai universitas. Sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, ia menjadikan masjid kebanggaan bangsa itu sebagai pusat peradaban inklusif — tempat bertemunya pemimpin lintas iman, diplomat, dan akademisi dari seluruh dunia.
Salah satu pencapaian pentingnya adalah keberhasilan menginisiasi Deklarasi Istiqlal saat kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada 2024, yang menjadi tonggak penting bagi diplomasi spiritual lintas agama. Deklarasi tersebut diakui dunia sebagai model harmoni antar-agama dari Indonesia untuk dunia.
Bagi Nasaruddin Umar, agama seharusnya menjadi energi perdamaian, bukan sumber konflik. Ia meyakini dunia tidak membutuhkan dominasi satu agama tertentu, melainkan sinergi spiritual yang memperkuat kemanusiaan universal. Visi inilah yang membuatnya dianggap duta moral dan perdamaian dari Timur untuk dunia.


Menanggapi wacana pengusulan Nasaruddin Umar sebagai penerima Nobel Perdamaian, Rektor UIN Sumatera Utara (UINSU) Medan, Prof. Dr. Nurhayati, M.Ag., menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh. Menurut beliau, kiprah Nasaruddin Umar telah melampaui batas geografis dan teologis, menjadikannya bukan hanya ulama Indonesia, tetapi diplomat spiritual dunia.
“Prof. Nasaruddin Umar bukan sekadar tokoh nasional, beliau adalah duta perdamaian global. Dengan ketulusan dan kebijaksanaannya, beliau menunjukkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama rahmat, kasih sayang, dan persaudaraan,” ujar Prof. Nurhayati.
Lebih lanjut, Prof. Nurhayati menilai kehadiran Nasaruddin Umar dalam berbagai forum internasional — dari Vatikan hingga PBB — telah memperlihatkan wajah Islam Indonesia yang damai, moderat, dan menjunjung kemanusiaan universal.
“Pengusulan beliau untuk menerima Nobel Perdamaian bukan hanya penghargaan bagi seorang ulama, tetapi juga pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi harmoni dan kebinekaan,” tutup Prof. Nurhayati.
(Humas)
