Medan (UINSU)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Utara menyelenggarakan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Tahun 2025 pada 28–29 November 2025 di Hotel Madani Medan. Kegiatan ini dihadiri oleh para ulama, akademisi, dan tokoh masyarakat dari berbagai daerah di Sumatera Utara. Hadir pula mewakili Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan, Wakil Rektor IV Prof. Dr. Muzakkir, M.Ag., yang turut berpartisipasi dalam forum ilmiah tersebut.
Acara ini dibuka oleh Ketua Umum MUI Sumatera Utara, Dr. H. Maratua Simanjuntak, dan diketuai oleh Drs. H. Ahmad Sanusi Luqman, Lc., MA, yang juga memimpin jalannya forum. Dalam sambutannya, Dr. Ahmad Sanusi menegaskan pentingnya Ijtima’ Ulama sebagai wadah musyawarah untuk membahas berbagai persoalan keumatan dan sosial-keagamaan secara mendalam.
Keynote speaker Prof. Dr. KH. M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA, Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa, hadir secara daring dan memberikan arahan terkait peran penting lembaga fatwa dalam sistem kelembagaan MUI. Ia menjelaskan bahwa struktur MUI terdiri dari tiga tingkatan lembaga fatwa: MUI Pusat, MUI Provinsi, dan MUI Kabupaten/Kota. Ketiganya bekerja dalam satu entitas yang membahas isu keagamaan, sosial, dan kemasyarakatan. “Jika suatu ketetapan telah difatwakan oleh MUI Pusat, maka MUI Provinsi dan Kabupaten/Kota mengikuti ketentuan tersebut,” tegasnya.



Dalam paparannya, Prof. Asrorun Ni’am juga menyoroti bahwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) memiliki otoritas penuh dalam mengeluarkan fatwa ekonomi dan keuangan syariah yang berlaku secara nasional. Ia menambahkan bahwa Ijtima’ Ulama merupakan forum resmi dan absah untuk merumuskan kesepakatan keagamaan nasional (ijtima’ atau ijma’ ulama Indonesia), di mana para pimpinan komisi fatwa, akademisi, dan ulama pesantren dari seluruh Indonesia turut berpartisipasi.
Beberapa isu strategis yang dibahas dalam forum tersebut meliputi persoalan fikih kontemporer dan sosial-keagamaan. Di antara topik yang menarik perhatian adalah hukum menukar uang menjelang Idulfitri yang berpotensi mengandung unsur riba, pemanfaatan trotoar untuk kepentingan pribadi, kaifiyat shalat bagi jamaah yang tidak mampu berdiri, serta zakat mal dalam bentuk barang kebutuhan pokok. Masing-masing tema dikaji secara mendalam oleh empat komisi berbeda, yaitu Komisi A (Ibadah), Komisi B (Mu’ashirah), Komisi C (Muamalah), dan Komisi D (Taujihat).
Dalam pembahasan fikih muamalah, peserta menyoroti praktik penukaran uang baru di luar lembaga resmi yang sering disertai tambahan nominal. Fenomena ini dinilai berpotensi mengandung riba karena terdapat keuntungan tanpa dasar akad yang sah. Adapun pembahasan bidang ibadah menyoroti tata cara shalat bagi jamaah yang tidak mampu berdiri, dengan tujuan memberikan pemahaman kaifiyat yang sesuai sunnah dan panduan ulama.
Selain membahas masalah keagamaan, forum ini juga menegaskan posisi MUI dalam memberikan solusi atas problematika umat. Prof. Asrorun Ni’am menyoroti bahwa kebutuhan pokok seperti sembako tidak seharusnya dikenakan pajak, karena hal tersebut dapat memberatkan masyarakat kecil. Ia juga menilai bahwa pajak atas lahan atau rumah yang tidak produktif seharusnya mempertimbangkan asas keadilan dan kemampuan wajib pajak.
Melalui kegiatan dua hari ini, MUI Sumatera Utara berharap hasil Ijtima’ Ulama 2025 dapat menjadi rujukan dalam merumuskan fatwa-fatwa keagamaan yang relevan dengan tantangan zaman. Acara pembukaan diakhiri dengan sesi foto bersama dan doa bersama, menandai komitmen bersama ulama untuk terus berperan aktif dalam menjaga nilai-nilai keislaman dan keumatan di tengah perubahan sosial yang dinamis. (Humas)







