UINSU

Pancur Batu (UINSU)

Selasa, 11 Maret 2025 – Safari Ramadhan UIN Sumatera Utara Medan kembali berlanjut ke hari kedua di Masjid At-Taubah Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pancur Batu. Suasana Ramadhan yang penuh berkah semakin terasa dengan kehadiran para narasumber yang memberikan siraman rohani kepada warga binaan. Kali ini, tausiyah disampaikan oleh Prof. Dr. Achyar Zein, M.Ag yang didampingi oleh Dr. Adi Sucipto, MA selaku Dosen UIN SU Medan. Turut hadir dalam kegiatan ini Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Tata Usaha Lapas Kelas IIA Pancur Batu, Firman Bangun, SH, MH, beserta jajaran.

Acara dibuka dengan sambutan oleh Dr. Adi Sucipto, MA, yang menekankan pentingnya memanfaatkan bulan Ramadhan sebagai momentum untuk memperbaiki diri, membersihkan hati, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Setelah itu, suasana menjadi lebih khidmat ketika Prof. Dr. Achyar Zein, M.Ag menyampaikan tausiyah yang mendalam tentang hakikat nafsu manusia dan bagaimana cara mengendalikannya agar tidak terjerumus dalam kehancuran.

Mengenal dan Menundukkan Nafsu
Dalam ceramahnya, Prof. Dr. Achyar Zein menjelaskan bahwa manusia memiliki tiga jenis nafsu yang selalu membentuk kepribadian dan perilakunya:

Nafsu Amarah – Nafsu ini merupakan dorongan yang paling liar dan tidak terkendali. Nafsu amarah membawa seseorang pada kejahatan, kemarahan yang tak terkontrol, serta keinginan duniawi yang membabi buta. Nafsu inilah yang sering kali membuat manusia lupa akan akibat dari perbuatannya, sehingga terjerumus dalam tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Nafsu Lawwamah – Ini adalah nafsu yang mulai sadar dan menyesali kesalahan yang telah dilakukan. Hati kecilnya sering menegur dirinya sendiri. Namun, masih ada pergulatan batin di dalamnya—antara ingin berubah menjadi lebih baik atau tetap mempertahankan kebiasaan buruk.

Nafsu Muthmainnah – Nafsu ini adalah yang paling tinggi derajatnya. Hanya orang-orang yang telah mencapai ketenangan batin dan keimanan yang kuat yang mampu memiliki nafsu ini. Orang dengan nafsu muthmainnah selalu merasa tenteram, ridha dengan ketetapan Allah, dan menjalani hidup dengan penuh ketakwaan.

“Sebagai manusia, kita semua pernah dikuasai oleh nafsu amarah dan lawwamah. Tapi, Ramadhan adalah bulan untuk menundukkan itu semua. Berpuasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tapi juga menahan diri dari nafsu yang merusak. Mari jadikan bulan suci ini sebagai kesempatan untuk melatih diri agar mencapai ketenangan dengan nafsu muthmainnah,” ujar Prof. Achyar dengan penuh kelembutan.

Mengingat Kematian: Hakikat Kehidupan yang Sering Terlupa
Dalam tausiyahnya, beliau juga mengajak warga binaan untuk merenungkan kehidupan dan kematian.

“Manusia sering kali sibuk mengejar dunia, seolah-olah akan hidup selamanya. Kita lupa bahwa di ujung perjalanan ini, ada kematian yang menunggu. Sekaya apapun seseorang, sebanyak apapun hartanya, ketika ajal tiba, yang dibungkuskan kepadanya hanyalah selembar kain kafan. Itu pun bukan kain kafan yang mahal, melainkan kain sederhana. Dan tempat peristirahatan terakhirnya bukanlah vila mewah atau tanah hektaran, melainkan hanya liang lahat berukuran satu kali dua meter,” tutur beliau dengan suara yang dalam.

Beliau melanjutkan, “Jika saat ini kita merasa terkurung dalam ruangan yang sempit, ingatlah bahwa ada ruang yang lebih sempit lagi, yaitu alam kubur. Maka jangan hanya memikirkan kehidupan dunia, tapi persiapkan juga bekal untuk kehidupan setelah mati. Bukan rumah megah yang kita perlukan di akhirat, tetapi amal yang menjadi penerang di gelapnya alam kubur. Perbanyak istighfar, perbanyak doa, dan mohonlah ampunan kepada Allah selama napas masih ada.”

Mendengar ini, suasana pun menjadi haru. Beberapa warga binaan menundukkan kepala, merenungkan kata-kata yang begitu dalam maknanya. Tak sedikit yang menitikkan air mata, menyadari betapa waktu yang telah berlalu tidak bisa dikembalikan, tetapi masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri.

Silaturahmi: Menguatkan Persaudaraan, Menjaga Kebersamaan
Menutup kegiatan Safari Ramadhan hari kedua, Dr. Adi Sucipto mengingatkan pentingnya menjaga silaturahmi, baik selama berada di dalam lapas maupun setelah bebas nanti.

“Kita semua saudara, tak peduli dari mana asal kita, apa latar belakang kita, atau kesalahan apa yang pernah kita perbuat. Di sini, kita sama-sama belajar, sama-sama berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Jangan biarkan perbedaan menjadi jurang pemisah. Jagalah kebersamaan, saling mendukung, dan saling mendoakan,” pesannya dengan penuh kehangatan.

Beliau juga mengingatkan agar silaturahmi tidak terputus setelah bebas dari lapas. “Bagi yang lebih dulu menyelesaikan masa hukumannya, jangan lupakan saudara-saudara yang pernah berjuang bersama di sini. Teruskan persaudaraan di luar sana. Jangan biarkan masa lalu menjadi penghalang untuk menata hidup yang lebih baik,” tambahnya.

Safari Ramadhan hari kedua ini benar-benar membawa suasana yang berbeda. Bukan sekadar ceramah, tetapi sebuah perjalanan hati untuk merenungi diri, mengendalikan nafsu, mengingat kematian, dan menguatkan persaudaraan. Kegiatan ini akan terus berlanjut di hari-hari berikutnya, menyebarkan cahaya Ramadhan di balik jeruji, menerangi hati yang merindukan cahaya-Nya. (Humas)

Bagikan Melalui Sosial Media :
X (Twitter)
Visit Us
YOUTUBE
INSTAGRAM
Skip to content